Selasa, 03 Maret 2009

Desentralisasi pendidikan di Purworejo



Oleh: Margono, S.Pd., M.Acc
Dinas P dan K Purworejo

Sejak terjadi krisis ekonomi, reformasi telah menjadi pilihan politik bangsa kita untuk melakukan reposisi dan sekaligus merekonstruksi sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara yang selama ini belum berhasil mencapai cita-cita nasional yakni terwujudnya masyarakat beriman, bertakwa, adil, makmur, dan demokratis. Salah satu faktor yang menyebabkan bangsa kita gagal manjadi bangsa yang maju ialah Faktor manajemen pemerintahan yang bersifat sentralistik. Pemerintahan yang sentralistik ternyata tidak sesuai dengan kondisi dan perkembangan masyarakat kita sekarang yang menginginkan peran aktif dalam proses pembangunan nasional. Masyarakat atau daerah menghendaki agar mereka dapat terlibat secara langsung untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat atau daerah.
Paradigma pemerintahan sentralistik telah mengabaikan arti penting pluralitas bangsa Indonesia yakni keragaman budaya, adat istiadat, etnis serta potensi daerah yang sesungguhnya merupakan social capital yang sangat berharga dan diperlukan dalam pembangunan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, munculnya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 yang mengatur Pemerintahan Daerah, merupakan landasan yuridis formal dan sekaligus menjadi starting point untuk melaksanakan pemerintahan yang bercorak desentralistik. Paradigma pemerintahan desentralistik lebih menekankan pada pentingnya pemberian otonomi yang luas kepada daerah dalam rangka mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, daya saing serta peningkatan peran serta masyarakat. Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 ternyata berimbas pula dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yakni proses desentralisasi di bidang pendidikan yang bermuara pada pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang telah berlangsung hampir satu dasa warsa. Dalam kurun waktu tersebut, tentu saja telah terjadi banyak perubahan-perubahan yang menyangkut regulasi dan kebijakan pendidikan, manajemen, serta peningkatan kualitas pendidikan baik dalam skala nasional maupun lokal di daerah. Untuk mendapatkan gambaran yang utuh tentang dinamika pendidikan di era otonomi daerah khususnya di Kabupaten Purworejo berikut ini akan diuraikan deskripsi tentang; (1). Progres kinerja kabupaten Purworejo, (2). Pembiayaan pembangunan pendidikan kabupaten Purworejo, (3). Hambatan dan peluang desentralisasi pendidikan, (4). Pengalaman terbaik yang dipetik dalam pelaksanaan desentralisasi pendidikan kabupaten Purworejo.

Pembiayaan pendidikan
Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Pemerintah daerah kabupaten Purworejo melalui APBD mengalokasikan dana untuk penyelenggaraan pendidikan dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Tahun 2005 anggaran pendidikan di kabupaten Purworejo mencapai angka Rp. 11.270.105.000,-( 6,5 % dari total APBD), Tahun 2006 anggaran pendidikan mencapai angka Rp. 13.881.647.800,-( 8.3 % dari total APBD), Tahun 2007 anggaran pendidikan mencapai angka Rp. 38.886.417.900,- ( 11,8.%dari total APBD), dan terakhir Tahun 2008 anggaran pendidikan di kabupaten Purworejo mencapai angka Rp. 54.71.841.000,-(18,4.% dari total APBD). Dana tersebut digunakan untuk membiayai bidang pendidian di Kabupaten Purworejo di luar gaji guru
Selain dana yang bersumber dari APBD, biaya pendidikan diperoleh dari masyarakat yang besarnya ditetapkan berdasarkan musyawarah. Siswa- siswa terutama yang berasal dari keluarga miskin dibebaskan dari kewajiban membiayai pendidikan, telah diupayakan minimal 10% dari jumlah siswa di setiap sekolah harus pro siswa dari keluarga miskin.

Peluang Pembangunan Pendidikan
Pendidikan di kabupaten Purworejo memiliki peluang untuk berkembang dan maju seperti halnya pendidikan di daerah-daerah lain. Beberapa potensi pendidikan yang dapat dikembangkan secara optimal dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan antara lain:
a. Purworejo memiliki sumber daya manusia yang cukup baik. Sebagian kepala sekolah (50%) kepala sekolah khususnya SMP dan SMA negeri di wilayah kabupaten Purworejo berkualifikasi atau telah berpendidikan strata dua (S2).
b. Semangat untuk bersaing secara sehat dalam memajukan mutu pendidikan mulai bermunculan di kalangan kepala sekolah dan tenaga kependidikan di kabupaten Purworejo. Melalui manajemen berbasis sekolah (MBS) berbagai inovasi dan kreativitas diciptakan agar mutu sekolah semakin baik.

Pengalaman terbaik
Beberapa pengalaman positif yang dapat dipetik dari pelaksanaan desentralisasi pendidikan khususnya di kabupaten Purworejo antara lain :
1. Fenomena bahwa sekolah-sekolah memperluas jaringan kerja (networking) yang bukan hanya terbatas dengan institusi pendidikan sendiri baik lokal maupun regional, tetapi juga dengan lembaga-lembaga lain, misalnya perguruan tinggi, UNICEF, USAID (MBE dan DBE).
2. Pelatihan atau training yang sebelumnya ditangani dan diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan atau lembaga diklat di daerah, sekarang dilaksanakan oleh sekolah baik dengan biaya sendiri maupun bantuan biaya dari pemerintah.
3. Pengelolaan keuangan sekolah dilakukan secara transparan dan akuntabel sehingga dapat dihindari adanya inefisiensi penggunaan anggaran sekolah.
4. Pelaksanaan evaluasi kinerja Kepala Sekolah empat tahunan, dampaknya sungguh sangat signifikan terhadap peningkatan kinerja KS, hal ini akan mendorong motivasi kerja sekaligus kinerja KS lebih meningkat, karena kinerjanya tidak baik akan terdegradasi.
5. Adanya rewards, misalnya bagi guru yang berprestasi akan diangkat menjadi kepala sekolah dan kepala sekolah yang berprestasi akan diangkat menjadi pengawas.
6. Adanya sekolah-sekolah yang berwawasan khusus dan memiliki keunggulan lokal yang ditetapkan oleh Dinas Kabupaten, di semua jenjang pendidikan, misalnya adanya sekolah yang berbasis olah raga, seni budaya dll.
7. Adanya pelatihan khusus yang diperuntuk bagi guru-guru yang baru saja diangkat menjadi CPNS, sehingga mereka segera bisa menyesuaikan diri terhadap tugas-tugas yang diembankan dan sekaligus dapat berkarir dengan lebih baik.
8. Adanya TC bagi siswa, guru, kepala sekolah, pengawas berprestasi baik yang bersifat akademis maupun non akademis, dalam rangka proses persiapan yang bersangkutan untuk maju ke tingkat yang lebih tinggi ( provinsi, nasional).
9. Adanya pengimbasan yang dilakukan oleh Pemkab terhadap program-program yang diyakini memiliki efektivitas yang tinggi dalam pengelolaan sekolah, seperti program-program dari DBE, MBE dan lembaga-lembaga lain yang kapabilitasnya sudah tidak diragukan lagi.